Sabtu, 21 Maret 2009

Akhirnya kaos itu pun tiba

Salah satu teman SMA dan sesama blogger, Ayos. membuat salah satu desain kaos dan menjualnya melalui blog nya.

Dan akhirnya kaos itu pun tiba melalui jasa kurir Tiki JNE, tak lupa memberikan bukti bahwa kaos itu muat di tubuh saya yang besar :D

ternyata kaosnya muat ;))

Di tunggu desain-desain kaos selanjutnya.

---------------------
link
http://hifatlobrain.blogspot.com/2009/01/kaos-blogger-freedom.html

Bondan @ e-magz

Beberapa waktu lalu komunitas fotografi yang saya ikuti Kopata, berkesempatan untuk ber-kontribusi pada salah satu majalah elektronik Exposure. Akhirnya masuk pada majalah Exposure edisi 7 bulan Februari 2009

Tampilan kover edisi 7


foto saya ada di halaman community


Dan salah satu teman di kampus juga membuat majalah elektronik dengan nama Amikom CG Showoff 2009, dan saya juga ikut ber-kontribusi.

halaman saya di Showoff Magz


beberapa foto saya yang ada di Showoff magz

Minggu, 15 Maret 2009

Menikmati Trem ala Solo

"Jalur ini (Solo-Wonogiri) sebenarnya lebih bersifat sosial daripada mendatangkan keuntungan. Lihat saja penumpang yang naik per-hari rata-rata hanya terisi separuh gerbong, bahkan tak jarang hanya seperempat gerbong saja. Yah, lebih baik jalur rel ini tetap dilewati KA daripada dibiarkan terbengkalai, bisa-bisa nanti jadi pemukiman penduduk liar", ujar masinis BB30003 Djoko Moeljo
Kompas edisi Jawa Tengah, 30 Maret 2005

Sekitar seminggu yang lalu saya menghubungi seorang teman bernama Tegar yang notabene pecinta kereta api di Indonesia, dia cukup paham mengenai kereta api. Saya mengajak untuk menemani trip Solo-Wonogiri, karena trip yang saya lakukan adalah dengan kereta api feeder.

Kereta feeder Solo-Wonogiri, sebetulnya adalah kereta tambahan bagi penumpang KA.Bengawan yang ingin melanjutkan perjalanan ke Wonogiri, jadwal kereta feeder ini tidak tentu, karena menunggu KA.Bengawan datang terlebih dahulu. Sepertinya KA.Bengawan agak telat, maka kereta feeder baru memasuki Stasiun Purwosari sekitar pukul 08.30, kereta datang, tanpa menunggu lokomotif BB30003 memutar untuk siap menarik kereta. Semua penumpang naik ke kereta, dan lokomotif mulai berjalan dengan santai, tidak banyak penumpang yang ikut dalam kereta itu, tidak sampai 10 orang.

Ketika kereta feeder mulai berjalan, inilah saat yang saya tunggu-tunggu, kenapa?, karena kereta ini berjalan berdampingan dengan jalan raya yaitu jalan Slamet Riyadi, tanpa pembatas apapun, disinilah saya merasakan suasana Trem ala Solo, semboyan 35 (klakson kereta) selalu terdengar selama melintasi jalan tersebut, gunanya untuk memberitahukan bahwa ada kereta yang sedang melaju. Kadang ada juga pengendara jalan raya tidak mau mengalah, akhirnya kereta dengan terpaksa berhenti, tidak jarang juga terjadi kecelakaan karena lalai nya pengendara jalan raya.

Hampir semua perlintasan kereta yang berpotongan dengan jalan raya tidak dilengkapi oleh palang pintu elektrik, kadang tidak ada palang pintu sama sekali. Kesetiakawanan terhadap kereta ini cukup besar, terbukti dengan aktifnya warga sekitar, polisi jalan raya, pemuda kampung, petani, tukang tambal ban, dll, dalam membantu kelancaran perjalanan kereta Solo-Wonogiri.

Sesampainya di Stasiun Wonogiri saya melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menyusuri jalur kereta Wonogiri-Baturetno yang sudah hilang karena pembangunan waduk gajah mungkur, sepanjang perjalanan rel sudah tidak dapat ditemukan lagi, tetapi kerikil khas yang biasa di sekitar rel dan patok (penanda) milik PT Kereta Api masih dapat ditemui, dan tujuan perjalanan saya sampai ke waduk gajah mungkur. Sempat beristirahat dan membuka bekal yang di bawa, sambil menikmati suasana waduk dan tak lupa mengambil beberapa frame pemandanagan. Tak lama kami kembali ke stasiun wonogiri untuk mengejar kereta yang kembali ke Solo, maklum kereta berangkat kembali pukul 14.15 untuk mengantarkan calon penumpang KA.Bengawan.

Perjalanan pulang ke Solo cukup berbeda dengan sewaktu ke Wonogiri, penumpang yang ikut cukup banyak, sangat banyak bahkan, semua tempat duduk terisi. Apalagi ketika di Stasiun Pasar Nguter dan Stasiun Sukoharjo.

Akhirnya kereta kembali sampai di Stasiun Purwosari Solo, dan saya melanjutkan perjalanan pulang ke Jogja dengan kereta Prameks, sungguh perjalanan yang menyenangkan meskipun cuaca cukup terik, tetapi kepuasan yang dirasa melunturkan keletihan yang ada.

beberapa foto yang diambil:


foto di Stasiun Purwosari Solo sembari menunggu kereta feeder datang


beberapa foto dari dalam kereta feeder



kondisi selama perjalanan


lokomotif BB30003 buatan Krupp Jerman


Stasiun Wonogiri

Bondan dan Tegar berpose dengan kereta feeder


di waduk Gajah Mungkur Wonogiri


my Rail-Mate, Tegar, makasih Bro sudah menemani


perjalanan pulang ditemani goode
------
harga tiketKA.Feeder Solo-Wonogiri : Rp.2000
harga tiket Prameks (Solo-Jogja) :Rp.7000

links:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kereta_api_Bengawan_Wonogiri
http://rel-keretaapi.blogspot.com/2008/10/jangan-matikan-jalur-rel-ka-solo.html

Selasa, 10 Maret 2009

Sekaten, sebuah pesta rakyat di tanah Jawa

Pada tahun 1939 Caka atau 1477 Masehi, Raden Patah selaku Adipati Kabupaten Demak Bintara dengan dukungan para wali membangun Masjid Demak. Selanjutnya berdasar hasil musyawarah para wali, digelarlah kegiatan syiar Islam secara terus-menerus selama 7 hari menjelang hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. Agar kegiatan tersebut menarik perhatian rakyat, dibunyikanlah dua perangkat gamelan buah karya Sunan Giri membawakan gending-gending ciptaan para wali, terutama Sunan Kalijaga.

Setelah mengikuti kegiatan tersebut, masyarakat yang ingin memeluk agama Islam dituntun untuk mengucapkan dua kalimat syahadat (syahadatain). Dari kata Syahadatain itulah kemudian muncul istilah Sekaten sebagai akibat perubahan pengucapan. Sekaten terus berkembang dan diadakan secara rutin tiap tahun seiring berkembangnya Kerajaan Demak menjadi Kerajaan Islam.
Demikian pula pada saat bergesernya Kerajaan Islam ke Mataram serta ketika Kerajaan Islam Mataram terbagi dua (Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta) Sekaten tetap digelar secara rutin tiap tahun sebagai warisan budaya Islam.
Di Kasultana Ngayogyakarta, perayaan sekaten yang terus berkembang dari tahun ke tahun pada dasarnya terdapat tiga pokok inti yang antara lain:

1. Dibunyikannya dua perangkat gamelan (Kanjeng Kyai Nagawilaga dan Kanjeng Kyai Guntur Madu) di Kagungan Dalem Pagongan Masjid Agung Yogyakarta selama 7 hari berturut-turut, kecuali Kamis malam sampai Jumat siang.
2. Peringatan hari lahir Nabi Besar Muhammad SAW pada tanggal 11 Mulud malam, bertempat di serambi Kagungan Dalem Masjid Agung, dengan Bacaan riwayat Nabi oleh Abdi Dalem Kasultanan, para kerabat, pejabat, dan rakyat.

3. Pemberian sedekah Ngarsa Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan, berupa Hajad Dalem Gunungan dalam upacara Garebeg sebagai upacara puncak sekaten.

Kegiatan pendukung event tersebut adalah diselenggarakannya Pasar Malem Perayaan Sekaten selama 39 hari, event inilah yang menjadi daya tarik bagi masyarakat Jogja maupun luar Jogja.


Sekaten, sebuah wujud Mikul Dhuwur, Mendem Jero. sekaligus dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Asal kata sekaten dari Syahadatain (dua kalimat syahadat) suatu simbol yang di populerkan oleh para wali dalam merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Sekaten dirayakan di Yogyakarta dan Surakarta (Solo), perayaan sekaten di awali dengan pasar malam yang berlangsung sekitar satu bulan sebelum perayaan puncak yaitu Grebeg Maulud, yang jatuh pas perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.

warna-warni pasar malam sekaten
suasana pasar malam
berbagai mainan dapat di nikmati pada pasar malam sekaten

Selain berbagai macam mainan yang disajikan, pasar malam sekaten juga menjadi tempat belanja, karena banyaknya pedagang yang tumpah ruah pada acara ini.

Pada puncak acara Grebeg Maulud, saya memutuskan untuk menyaksikan di Puro Pakualaman, bukan di Alun-alun Jogja dan Mesjid Agung. Karena Puro Pakualaman mendapat kiriman satu buah gunungan lanang untuk di rayah kepada masyarakat sekitar.
warga menanti gunungan datang
para aparat yang membantu terselenggaranya acara dengan baik
serah terima dari Kraton ke Puro Pakualaman dilanjutkan dengan berdoa
para tamu undangan yang berebut gunungan
gunungan di bawa ke lapangan depan puro untuk di rayah
berebut merupakan pemandangan biasa setiap tahunnya
bahagia, karena yakin gunungan membawa berkah
akhirnya habis juga

masyarakat jawa percaya jika mendapatkan hasil bumi yang ada pada gunungan akan mendapatkat berkah, entah rezekinya bertambah, sawahnya subur, panen bertambah, sehat, dll

Ritual Grebeg ini hanya diadakan setahun tiga kali. Pertama, saat Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai akhir dari pesta rakyat, Sekaten, disebut Grebeg Mulud. Kedua, saat memasuki bulan Syawal, sebagai ungkapan terimakasih karena telah berhasil menjalankan ibadah puasa, disebut Grebeg Pasa atau Grebeg Syawal. Dan ketiga, pada tanggal 10 Dzulhijjah atau 10 Besar, yang dikenal sebagai Idul Adha, disebut Grebeg Besar.

------------------------
dari berbagai sumber

Sabtu, 07 Maret 2009

Ber-Nostalgia di Kota Solo

Tanggal 5-9 maret 2009 di kota Solo tepatnya di Solo Square, berlangsung "Pameran Salon Foto Indonesia XXIX 2008", tanpa pikir panjang saya merencanakan untuk maen ke Solo, sebetulnya saya tidak begitu asing dengan kota Solo, karena saya menghabiskan masa SMA saya di kota ini.

Berangkat dari Jogja dengan menggunakan kereta Pramex, saya meluncur ke kota Solo, dan turun di stasiun purwosari, dengan menyambung bis saya tiba di Solo Square, dan langsung menuju tempat pameran berlangsung.
foto-foto yang di pamerkan
foto-foto yang dipamerkan
salah satu favorit saya

Setelah puas, saya lanjut ke alun-alun kota Solo yang sedang diadakannya pasar malam "sekaten", sepintas sekaten di solo dan di jogja tidak jauh berbeda. tapi ada satu hal yang berbeda yaitu penjaja "jenang klopo", yang disebut sebagai khas sekaten (Solo).
Jenang Klopo

Dan ternyata ada beberapa pusaka kraton solo sedang di pamerkan juga, tak lupa saya mampir.
Baju Zirah Prajurit Kraton
Kyai Rajamala (duplikat)
Kereta Kyai Manik Kumolo
Kereta Kyai Manik Kumolo

Tak jauh dari alun-alun ada sebuah tempat perbelanjaan yang dikenal dengan nama Singosaren, tempat ini menjadi spesial karena di samping pertokoan tersebut ada tempat makan yang sebenarnya biasa saja tapi cukup legendaris di kalangan teman-teman semasa SMA, yaitu "WM. Bu Kamti", karena penjual makanan di tempat ini menjual dengan cara yang berbeda, yaitu dengan mengubah nama panganan menjadi lebih catchy, seperti sop di sebut sopia lacuba, paha ayam goreng disebut paha sexy, tempe goreng tepung disebut tempe pake celana, es teh disebut es cowo, es jeruk disebut es cewe, dsb. Dan ketika membayar pun akan menemukan hal yang unik, jika habis 5 ribu rupiah, sang penjaja akan menyebut 5 juta :D
Nasi Sopia Lacuba plus Es Cowo
Warung Makan Kamti

setelah makan siang saya menuju ke stasiun untuk kembali ke Jogja, senang rasanya merasakan kembali atmosfir kota Solo yang lama telah saya tinggalkan, menurut saya Solo sekarang ini lebih ramai (macet) daripada ketika saya tinggal disana. kapan lagi ya bisa maen ke Solo....

---------
ps.
teman saya Ayos, juga belum lama main ke kota solo, klik Journey To The Center Of The Java