Selasa, 10 Maret 2009

Sekaten, sebuah pesta rakyat di tanah Jawa

Pada tahun 1939 Caka atau 1477 Masehi, Raden Patah selaku Adipati Kabupaten Demak Bintara dengan dukungan para wali membangun Masjid Demak. Selanjutnya berdasar hasil musyawarah para wali, digelarlah kegiatan syiar Islam secara terus-menerus selama 7 hari menjelang hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. Agar kegiatan tersebut menarik perhatian rakyat, dibunyikanlah dua perangkat gamelan buah karya Sunan Giri membawakan gending-gending ciptaan para wali, terutama Sunan Kalijaga.

Setelah mengikuti kegiatan tersebut, masyarakat yang ingin memeluk agama Islam dituntun untuk mengucapkan dua kalimat syahadat (syahadatain). Dari kata Syahadatain itulah kemudian muncul istilah Sekaten sebagai akibat perubahan pengucapan. Sekaten terus berkembang dan diadakan secara rutin tiap tahun seiring berkembangnya Kerajaan Demak menjadi Kerajaan Islam.
Demikian pula pada saat bergesernya Kerajaan Islam ke Mataram serta ketika Kerajaan Islam Mataram terbagi dua (Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta) Sekaten tetap digelar secara rutin tiap tahun sebagai warisan budaya Islam.
Di Kasultana Ngayogyakarta, perayaan sekaten yang terus berkembang dari tahun ke tahun pada dasarnya terdapat tiga pokok inti yang antara lain:

1. Dibunyikannya dua perangkat gamelan (Kanjeng Kyai Nagawilaga dan Kanjeng Kyai Guntur Madu) di Kagungan Dalem Pagongan Masjid Agung Yogyakarta selama 7 hari berturut-turut, kecuali Kamis malam sampai Jumat siang.
2. Peringatan hari lahir Nabi Besar Muhammad SAW pada tanggal 11 Mulud malam, bertempat di serambi Kagungan Dalem Masjid Agung, dengan Bacaan riwayat Nabi oleh Abdi Dalem Kasultanan, para kerabat, pejabat, dan rakyat.

3. Pemberian sedekah Ngarsa Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan, berupa Hajad Dalem Gunungan dalam upacara Garebeg sebagai upacara puncak sekaten.

Kegiatan pendukung event tersebut adalah diselenggarakannya Pasar Malem Perayaan Sekaten selama 39 hari, event inilah yang menjadi daya tarik bagi masyarakat Jogja maupun luar Jogja.


Sekaten, sebuah wujud Mikul Dhuwur, Mendem Jero. sekaligus dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Asal kata sekaten dari Syahadatain (dua kalimat syahadat) suatu simbol yang di populerkan oleh para wali dalam merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Sekaten dirayakan di Yogyakarta dan Surakarta (Solo), perayaan sekaten di awali dengan pasar malam yang berlangsung sekitar satu bulan sebelum perayaan puncak yaitu Grebeg Maulud, yang jatuh pas perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.

warna-warni pasar malam sekaten
suasana pasar malam
berbagai mainan dapat di nikmati pada pasar malam sekaten

Selain berbagai macam mainan yang disajikan, pasar malam sekaten juga menjadi tempat belanja, karena banyaknya pedagang yang tumpah ruah pada acara ini.

Pada puncak acara Grebeg Maulud, saya memutuskan untuk menyaksikan di Puro Pakualaman, bukan di Alun-alun Jogja dan Mesjid Agung. Karena Puro Pakualaman mendapat kiriman satu buah gunungan lanang untuk di rayah kepada masyarakat sekitar.
warga menanti gunungan datang
para aparat yang membantu terselenggaranya acara dengan baik
serah terima dari Kraton ke Puro Pakualaman dilanjutkan dengan berdoa
para tamu undangan yang berebut gunungan
gunungan di bawa ke lapangan depan puro untuk di rayah
berebut merupakan pemandangan biasa setiap tahunnya
bahagia, karena yakin gunungan membawa berkah
akhirnya habis juga

masyarakat jawa percaya jika mendapatkan hasil bumi yang ada pada gunungan akan mendapatkat berkah, entah rezekinya bertambah, sawahnya subur, panen bertambah, sehat, dll

Ritual Grebeg ini hanya diadakan setahun tiga kali. Pertama, saat Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai akhir dari pesta rakyat, Sekaten, disebut Grebeg Mulud. Kedua, saat memasuki bulan Syawal, sebagai ungkapan terimakasih karena telah berhasil menjalankan ibadah puasa, disebut Grebeg Pasa atau Grebeg Syawal. Dan ketiga, pada tanggal 10 Dzulhijjah atau 10 Besar, yang dikenal sebagai Idul Adha, disebut Grebeg Besar.

------------------------
dari berbagai sumber

4 komentar:

jeckedabitz mengatakan...

uwaaaah....
postingannya bagus om...lengkap padet berisi dan bertexture...
pokokke bondan semakin maknyus....
semangat ndan!!!^_^

Navan mengatakan...

Nice Info + Nice Photoshot
hampir dua tahun di Jogja baru tahu makna sekaten,

habisnya ke sana cuma buat maen kora-kora sama ngawul-awul, hahaha...

Ayos Purwoaji mengatakan...

ndan fotomu yang snack merah-merah kuwi opo tho? rasane piye?

bondan mengatakan...

@aklam : kuwi brondong, rasane manis